SEPASANG SUAMI ISTRI YANG MEMAHAMI KANDUNGAN AL-QUR’AN  

Posted by Rudiny in



Seorang muballigh – sebagaimana kita ketahui – pada bulan haji atau bulan Rabi,ul Awwal banyak mendapat undangan untuk berceramah di Majlis-majlis Ta’lim, mesjid, surau atau lainnya. Terkadang, dalam satu malam ia mendapat undangan untuk berceramah pada beberapa tempat, sehingga ia benar-benar repot untuk membagi waktu, baik waktu-waktu untuk ceramah maupun untuk keluarganya.
Siang hari ia habiskan waktunya untuk mengajar. Malam hari ia harus pergi bertabligh ke mana-mana. Sering kali ia baru pulang ke rumah setelah hari larut malam. Baru beberapa saat ia beristirahat, adzan subuh telah memanggilnya untuk bersujud menghadap Tuhan. Usai shalat shubuh ia menelaahkitab-kitab dalam rangka mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang akan disampaikan dalam ceramahnya nanti. Begitulah kesibukannya tiap hari, sehingga hampir-hampir tidak punya kesempatan untuk bergaul intim dengan istrinya. Namun demikian, istrinya termasuk orang yang sabar dan mau mengerti terhadap kesibukan suaminya, meski seolah-olah haknya diabaikan begitu saja oleh suaminya.
Pada suatu ketika di malam Jum’at, kebetulan suaminya tidak ada acara ke mana-mana dan tetap tinggal di rumah. Merasa dirinya tidak pernah digauli oleh suaminya yang sibuk dengan acara-acara di luar rumah, kesempatan yang baik ini tidak disia-siakan olehnya. Tetapi untuk mengatakan secara terus terang jelas ia malu. Naluri kewanitaannya lebih kuat dibanding hasratnya yang juga meluap-luap. Maka mulailah istri yang sabar dan bijaksana itu bersiasat.
Katanya, “Malam ini adalah malam Jum’at, kebetulan kakanda ada di rumah. Di malam yang baik ini saya ingin membaca al-Qur’an di hadapan kakanda. Tolong, simaklah bacaan saya, barangkali ada yang salah, baik bacaan ataupun tajwid-nya.
Dengan senang hati suaminya pun lantas menyandarkan di kursi untuk menyimak bacaan istrinya. Sebentar kemudian telah terdengar alunan suara yang membacakan ayat-ayat al-Qur’an dengan sangat merdu dan fasih, sehingga hati suaminya pun tergetar karenanya, lantaran ia memang memahami maknanya. Bacaan tersebut dimulai dari surat al-Baqarah ayat 222, kemudian ayat 223 yang berbunyi :
Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan Ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
Ketika selesai membaca ayat 223 ini, istrinya sekali lagi membaca ayat tersebut. Maka tertegunlah suaminya dan bertanya-tanya dalam hati, “Kenapa istriku mengulang bacaan ayat ini, padahal tidak ada yang salah dalam bacaannya?”
Belum habis herannya, istrinya mengulang bacaan ayat ini sekali lagi. Maka tersentaklah hati suaminya, lantaran memahami apa sebenarnya yang dikehendaki oleh istrinya. Maka sambil tersenyum ia pun berkata :
“Aku mengaku salah adinda, maafkanlah kelalaianku selama ini. Aku terlalu sibuk dengan acara-acara di luar rumah, sementara hakmu yang harus aku penuhi terabaikan. Sekali lagi maafkan aku adinda.”
Sambil menunduk malu istrinyapun ikut tersenyum. Senum kemenangan seorang istri yang sabar dan bijaksana. Maka tanpa banyak cakap lagi suaminya langsung bangkit, memeluk dan mencumbui istrinya dengan penuh kemesraan, kasih sayang dan bahkan kerinduan. Malam itu adalah malam yang sangat indah bagi pasangan suami istri yang memahami makna-makna yang terkandung dalam al-Qur’an. Malam bahagia bagi pasangan suami istri yang berilmu dan mempunyai rasa saling mengerti.

KEADILAN & KEBIJAKSANAAN BAGINDA RASUL TERHADAP ISTRI - ISTRINYA  

Posted by Rudiny in






Pada suatu hari, istri-istri Rasulullah saw berdatangan kepada beliau untuk menanyakan satu masalah yang sangat menarik. “Apakah maksud kalian datang beramai-ramai kepadaku? Adakah sesuatu yang ingin kalian tanyakan kepadaku?” tanya Baginda Rasul.
“Ada ya Rasulullah,” jawab salah seorang di antara mereka.
Rasulullah saw berkata, “Katakanlah!”
Lalu salah seorang di antara istri-istri beliau itu berkata, “Hanya satu yang ingin kami tanyakan ya Rasulullah, siapakah istri yang paling engkau cintai di antara kami ini?”
Jawab Nabi, “Baiklah, nanti Insya Allahakan kujawab pertanyaan ini. Sekarang kalian pulang dulu dan bersabarlah.”
Maka bubarlah mereka dan kembali ke rumah masing-masing. Sesudah itu Rasulullah saw. Membeli beberapa buah cincin emas. Lalu didatangkanlah istri-istrinya itu satu persatu secara bergiliran, dan masing-masing diberi sebuah cincin. Sudah barang tentu istri-istri Nabi itu merasa gembira menerima pemberian dari suaminya. Namun demikian Nabi saw. Tidak memberitahu siapa-siapa sajakah yang diberi cincin. Beliau hanya berpesan bahwa mereka harus berkumpul lagi untuk mendengarkan jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada beliau.
Beberapa waktu kemudian, istri-istri Nabi saw. Seperti Siti Aisyah, Siti Shafiyah, Siti Zaenab dan lain-lain berkumpul kembali di hadapan beliau. Lalu tampillah istri Nabi yang termuda yang biasanya paling berani mengemukakan suatu masalah kepada beliau, yaitu Siti ‘Aisyah binti Abu Bakar. Katanya, “Ya Rasulullah, sekarang kami semua telah berkumpul kembali untuk mendengarkan jawaban engkau. Siapakah di antara kami yang paling engkau cintai?”
Rasulullah saw. Memandang mereka sambil tersenyum manis dengan wajah yang berseri-seri, lalu beliau berkata, “Yang paling aku cintai dan sayangi adalah siapa di antara kalian yang aku beri cincin.”
Mendengar jawaban beliau, semuanya tersenyum girang, lantaran semuanya merasa diberi cincin, meskipun satu dengan lainnya saling tidak tahu.
Begitulah keadilan dan kebijaksanaan Baginda Rasulullah saw terhadap istri-istrinya. Beliau tidak pernah membeda-bedakan cinta dan kasih sayangnya kepada semua istrinya. Dan demikianlah yang seharusnya dicontoh dan ditiru oleh siap saja yang mempunyai istri lebih dari seorang.

KEUTAMAAN SIFAT SITI MUTHI’AH TERHADAP SUAMINYA  

Posted by Rudiny in



Pada suatu hari, ketika Siti fatimah datang kepada ayahnya, yakni Nabi Muhammad saw, beliau menyuruhnya agar mengunjungi Siti Muthi’ah yang rumahnya tidak berjauhan. Maka pergilah Siti Fatimah mengajak Putranya Hasan yang masih kanak-kanak. Namun sesampainya di rumah Siti Muthi’ah, Siti Fatimah tidak diizinkan masuk, lantaran ia membawa anak laki-laki.
Maka berkatalah Siti Fatimah, “Kenapa saya tidak diizinkan masuk?”
Jawab Siti Muthi’ah, karena engkau membawa anak laki-laki.”
Kata Fatimah, bukankah ini anak – anak?”
Jawab Siti Muthi’ah, “Benar, tetapi dia anak laki-laki. Saya tidak berani melanggar aturan suami saya. Beliau melarangku memberi izin seorang laki-laki masuk ke rumahku bila beliau tidak ada di rumah.”
Maka tak ada pilihan lain bagi Siti Fatimah selain segera pulang membawa anaknya, untuk kemudian kembali lagi seorang diri, sehingga Siti Muthi’ah pun mengizinkannya masuk.
Ketika berada di dalam rumah Siti Muthi’ah, Siti Fatimah merasa begitu tertarik melihat sebilah rotan sebuah kipas, dan selembar handuk kecil. Rasanya barang-barang itu tak pernah dilihatnya di rumah-rumah lainnya. Maka mulailah Siti Fatimah membuka pembicaraan, “Sesungguhnya maksud kedatanganku kemari adalah dalam rangka memenuhi perintah ayahanda. Beliau sengaja menyuruhku kemari oleh karena kata beliau, engkau adalah perempuan yang paling baik budi pekertinya.”
“Ah, sebenarnya aku biasa-biasa saja. Aku hanya mencoba untuk bisa mengikuti dan mengamalkan ajaran Nabi” elaknya.
“rasanya tak mungkin Ayahanda menyuruhku datang kemari jika memang tidak ada apa-apanya,” lanjut Siti Fatimah.
“Tapi baiklah, sekarang aku ingin bertanya, untuk apakah engkau menyediakan rotan, kipas dan handuk kecil ini?”
“semua itu aku gunakan untuk menyambut kedatangan suamiku yang baru pulang mencari nafkah. Kusambut kedatangannya dengan membukakan bajunya, lalu kuusap keringatnya dengan handuk kecil ini,” jawabnya.
“Pantas sekali jika ayahku mengatakan bahwa ia adalah perempuan yang paling baik budi pekertinya. Sementara aku sendiri tak pernah berbuat begitu terhadap suamiku,” Kata Siti Fatimah dalam hati.
“Sesudah ku keringkan keringatnya,” lanjut Siti Muthi’ah, “lalu kukipasi badannya dengan kipas ini agar hilang gerahnya. Bukankah dengan demikian suamiku menjadi begitu betah bersamaku?”
Begitulah Siti Muthi’ah menjelaskan sambil tersenyum, “Dan padasaat aku menyambut suamiku, akupun berpakaian rapi untuk menyenangkan hati suamiku, lantaran aku tahu bahwa para lelaki itu paling senang melihat istri yang berpenampilan rapi. Begitulah senantiasa kuamalkan setiap kali menyambut kedatangan suamiku dari mencari nafkah.”
“Adapun rotan ini,” lanjutnya, “kugunakan setelah suamiku selesai mandi dan makan. Kukatakan kepadanya : wahai kakanda, jika ada sesuatu yang kurang menyenangkan hati kakanda, baik pelayanan maupun masakan saya, maka saya rela jika mendapat hukuman kanda. Kukatakan demikian  sambil aku menyerahkan sebilah rotan ini dan kemudian kubuka bajuku, lalu kukatakan kepadanya “silakan kanda pukul tubuhku dengan rotan ini, dari depan atau dari belakang.”
Namun ternyata suamiku tidak berbuat apa-apa. Bahkan setelah melihat tubuhku bangkitlah birahinya. Lalu kemudian beliaupun mencumbuiku dengan mesra”
Mendengar keterangan Siti Muthi’ah yang begitu menarik itu, Siti Fatimah menjadi sangat kagum karenanya. Lalu pulanglah ia dengan membawa kekagumannya itu seraya berkata di dalam hati, “Pantaslah jika ayahanda mengatakan, bahwa Siti Muthi’ah adalah perempuan yang paling baik budi pekertinya.”

KELUHURAN SIKAP BAGINDA RASUL TERHADAP ISTRI-ISTRINYA  

Posted by Rudiny in



Pada suatu ketika Rasulullah saw pulang ke rumah sudah larut malam. Beberapa kali Rasulullah saw mengetuk-ngetuk pintu, tapi Siti Aisyah tidak muncu-muncul juga untuk membukakannya. Lalu beliaupun mencoba memanggilnya berulang kali, namun tetap tak ada jawaban dari dalam. Maka sejenak Rasulullah saw berfikir, “Mungkin dia tidur kepulasan lantaran terlalu lama menunggu kepulanganku. Agaknya dia baru saja tertidur. Biarlah aku tidur di sini saja, kasihan dia,” kata beliau dalam hati. Lalu beliau menggelar sorbannya di lantai dan tidur di depan pintu.
Keesokan harinya, ketika bangun di waktu Shubuh, Siti Aisyah buru-buru lari menuju pintu. Betapa kagetnya Siti Aisyah ketika ia membuka pintu didapatinya Rasulullah saw sedang tidur menggeletak di lantai depan pintu. Melihat itu tentu saja Siti Aisyah merasa ketakutan. Dalam pikirannya, tentu Rasulullah saw akan murka kepadanya. Tapi, ketika beliau bangun dari tidurnya, ternyata beliau hanya berkata, “Sebenarnya aku semalam telah mengetuk-ngetuk pintu dan memanggil-manggil namamu. Tapi rupanya engkau tidur terlalu pulas lantaran terlalu lama menunggu kedatanganku. Itu sebabnya aku memutuskan untuk tidur di sini, karena aku tidak ingin mengganggu tidurmu.”
Demikianlah keluhuran sikap Rasulullah saw terhadap istri-istrinya. Beliau tidak pernah  marah apalagi memukul istrinya. Bahkan beliau sendiri pernah bersabda, “Janganlah kamu ringan tangan dan bersikap garang terhadap  istrimu, karena pada suatu waktu kamu akan tidur bersamanya.”

BERIKAN AKU KEINDAHAN CINTAMU  

Posted by Rudiny in



Dari Ahmad bin Sa’id Al-Abid dari ayahnya bahwa dia berkata, “Dahulu pernah tinggal di tengah-tengah kami di Kufah seorang pemuda yang rajin beribadah, yang biasa beriktikaf di masjid jami dan nyaris tidak pernah meninggalkannya. Dia adalah  pemuda yang berwajah menarik, dengan sikap yang menyenangkan. Ada seorang wanita cantik dan pandai yang jatuh cinta kepadanya. Setelah memendam perasaan ini untuk  waktu yang lama, pada suatu hari dia berdiri di tengah jalan yang akan dilalui oleh pemuda itu menuju masjid. Dia berkata, “Hai pemuda, dengarkanlah beberapa kata yang ingin kuucapkan kepadamu. Setelah itu, lakukanlah apa yang ingin engkau lakukan.”
Pemuda  it uterus berjalantanpa berbicara sedikitpun. Lalu gadis itu berdiri lagi di tengah jalan ketika si pemuda kembali ke rumahnya dan berkata, “Hai pemuda, dengarkan beberapa kata yang ingin kusampaikan kepadamu.”
Pemuda itu menundukkan kepalanya sejenak dan berkata, “Ini adalah tempat yang dapat mengundang kecurigaan dan aku tidak ingin menjadi sasaran kecurigaan.”
Gadis itu berkata, “Demi Allah, tidaklah aku berdiri di sini kecuali karena aku kenal betul watakmu. Tetapi aku memohon perlindungan Allah agar tidak membiarkan orang-orang melihatku melakukan hal ini dan yang telah membuat aku terpaksa menemuimu sendiri. Ini karena aku tahu bahwa hal-hal yang sebetulnya remeh bisa dibesar-besarkan orang lain, sedangkan kalian yang beribadah terus-menerus laksana botol kaca yang dapat rusak akibat sesuatu yang sangat kecil. Singkatnya, yang ingin kukatakan kepadamu adalah bahwa seluruh anggota tubuhku selalu tersita untukmu. Tentu Allah, Allahlah yang akan membantuku dalam urusanku dan urusanmu,”
Pemuda itu pulang ke rumahnya. Dia ingin shalat, tetapi pikirannya tidak bisa berkonsentrasi. Lalu dia mengambil selembar kertas dan menulis sepucuk surat.
Ketika dia pergi ke luar, gadis itu masih berdiri di tempat yang sama. Pemuda itupun melemparkan sepucuk surat tadi kepadanya, kemudian masuk lagi. Isi surat itu berbunyi :
“Dengan nama Allah, yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Ketahuilah wahai gadis, bahwa jika salah seorang hamba berdosa kepada Allah, Dia masih memperlakukannya dengan santun. Jika dia kembali berbuat maksiat lagi, Dia mengampuninya. Tetapi jika perbuatan maksiat lekat pada dirinya, barulah Allah murka kepadanya dengan kemurkaan  yang tidak mampu dibendung oleh langit dan bumi serta tidak pula gunung-gunung, pepohonan dan binatang-binatang. Karena itu, siapakah gerangan manusia yang mampu menanggung kemurkaan semacam itu? Jika yang engkau katakana itu bohong, aku memperingatkanmu tentang suatu Hari ketika langit menjadi seperti luluhan perak, dan gunung-gunung tampak seperti bulu yang beterbangan, ketrika seluruh umat manusia merangkak tidak berdaya menghadapi amarah Yang Mahakuasa. Aku tidak berdaya memperbaiki diriku sendiri. Maka, bagaimana mungkin aku dapat memperbaiki orang lain? Namun, jika yang kaukatakan benar adanya, sungguh akan kutunjukkan kepadamu tabib pembimbing yang mampu mengobati luka membusuk dan rasa sakit yang terasa membakar. Itulah Allah, Tuhan Semesta Alam. Maka hadapkanlah dirimu kepada-Nya dengan ketulusan do’a. Sesungguhnya aku tidak bisa menaruh perhatian kepadamu karena firman-Nya Swt, “Berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihannya. Orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya. Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati. Dan Allah menghukum dengan keadilan. Adakah tempat berlindung dari ayat ini?”
Beberapa hari kemudian, gadis itu dating dan berdiri lagi di tengah jalan. Ketika pemuda itu melihatnya dari kejauhan, dia bermaksud kembali ke rumahnya agar tidak bertemu dengannya. Namun, gadis itu berkata, “Hai pemuda, janganlah pergi karena kita tidak akan pernah bertemu lagi setelah hari ini kecuali di hadapan Allah Swt. Air matanya jatuh membasahi pipinya yang kemerahan dan menetesi  relung hatinya yang terdalam, dan dia berkata, “Berikan aku peringatan yang baik, yang dapat kukenang darimu dan berikan aku nasihat yang dapat kuamalkan.”
Pemuda itu berkata, “Aku nasihatkan kepadamu untuk melindungi dirimu sendiri dari nafsumu, dan ku peringatkan kepadamu akan firman-Nya Swt. Dan Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari, dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari. Mendengar ini, gadis itu menundukkan kepalanya dan air matanya mengucur semakin deras. Setelah tenang, dia pun kembali kerumahnya, berdiam diri, dan beribadah hingga akhirnya maut datang menjemputnya dalam kesedihan.
Setelah gadis itu wafat, si pemuda selalu menangis bila mengenangnya. Kepadanya ditanyakan, “mengapa engkau menangis? Padahal kamu telah berhasil menjauh darinya.
Dia menjawab, “ Aku telah memutus harapannya terhadapku sejak awal, dan aku berharap agar penolakanku itu menjadi tabungan pahala bagiku dari Allah Swt. Tetapi kini aku malu mengambil tabungan semacam itu.