Sebagai seorang pengantin, wanita lebih cantik dibanding seorang gadis Sebagai seorang ibu, wanita lebih cantik dibanding seorang pengantin Sebagai istri dan ibu, ia adalah kata-kata terindah di semua musim dan dia tumbuh menjadi lebih cantik bertahun-tahun kemudian…
***
Syahdan, di Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulebid.
Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat.
Dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong berkecukupan. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah.
Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Akhirnya pada suatu pagi, ia menumpahkan kegalauan tersebut kepada sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
“Coba engkau temui langsung Baginda Nabi, semoga engkau mendapatkan jalan keluar yang terbaik bagimu”, nasihat mereka.
Zulebid kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata:
“Maukah engkau saya nikahkan dengan putri si Fulan?”
“Seandainya itu adalah saran darimu, saya terima. Ya Rasulullah, putri si Fulan itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.
“Katakanlah aku yang mengutusmu”, sahut Baginda Nabi.
“Baiklah ya Rasul”, dan Zulebid segera bergegas bersiap dan pergi ke rumah si Fulan.
Sesampai di rumah Fulan, Zulebid disambut sendiri oleh Fulan
“Ada keperluan apakah hingga saudara datang ke rumah saya?” Tanya Fulan.
“Rasulullahsaw yang mengutus saya ke sini, saya hendak meminang putrimu si A.” Jawab Zulebid sedikit gugup.
“Wahai anak muda, tunggulah sebentar, akan saya tanyakan dulu kepada putriku.”
Fulan menemui putrinya dan bertanya, “bagaimana pendapatmu wahai putriku?”
Jawab putrinya, “Ayah, jika memang ia datang karena diutus oleh Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku akan ikhlas menjadi istrinya.”
Akhirnya pagi itu juga, pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Anda yang di wajahnya terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu?”
Jawab istrinya, ” Engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam yang dinantikan para pengantin.”
Zulebid tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu ketika kemudian terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulebid masuk kembali ke rumah dan menemui istrinya.
“Duhai istriku yang senyumannya menancap hingga ke relung batinku, demikian besar tumbuhnya cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku itu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang.
Kiranya Allah mengetahui semua arah jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, “Pergilah suamiku, betapa besar pula bertumbuhnya kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
*** Zulebid lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa orang musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhi…ketika sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya. Zulebid terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang berseliweran di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tak beraturan, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Teringat akan masa kecilnya bersama-sama saudaranya. Berlari-larian bersama teman sepermainannya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya….Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang
Angin mendesau, sepi…
Pasir-pasir beterbangan…
Berputar-putar…
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Di antara para mujahid tersebut terdapatlah tubuh Zulebid yang tengah bersandar di tumpukan mayat musuh. Akhirnya dikuburkanlah jenazah zulebid di suatu tempat. Berdampingan dengan para syuhada lain.
Tanpa dimandikan…
Tanpa dikafankan…
Tanah terakhir ditutupkan ke atas makam Zulebid. Rasulullah terpekur di samping pusara tersebut.
Para sahabat terdiam membisu.
Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau
Lalu beberapa waktu kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah.
Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau.
Akhirnya keadaan kembali seperti semula.
Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, mengapa di pusara Zulebid engkau menangis?”
Jawab Rasul, “Aku menangis karena mengingat Zulebid. Oo..Zulebid, pagi tadi engaku datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam Zafaf, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
” Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulebid,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulebid, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulebid. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya….”
***
Di rumah, istri Zulebid menanti sang suami yang tak kunjung kembali. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta segala Maha Karya.
Malam menjelang…
Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata.
Lamat-lamat ia seperti melihat Zulebid datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan pula.
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini pabila aku menyebut namamu akan menggumamkan cemburu padamu…. “
Dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku.
Istri Zulebid, terdiam.
Matanya basah…
Ada sesuatu yang menggenang disana..
Seperti tak lepas ia mengingat acara pernikahan tadi pagi..
Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir..
Ia menggerakkan bibirnya..
“Suamiku, aku mencintaimu…
Dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita..
Aku ikhlas….
***
Somewhere over the rainbow, way up high There’s a land that I heard of once on a lullaby Somewhere over the rainbow, skied are blue And the dreams that you dare to dream really do come true..
Dan,
Akan kemanakah kumbang terbang Pada siapa rindu mendendam Kekasih yang terkasih Pencinta dan yang dicinta Semua berurai air mata Sedih, ataukah bahagia…..?
Dikisahkan ada seorang pemuda Tampan dikalangan Bani Israel, dan bahkan dia disebut sebagai pemuda paling tampan di antara mereka. Pekerjaannya ialah menjual keranjang. Suatu hari tatkala dia sedang berkeliling menawarkan dagangannya.
Ada seorang wanita pembantu salah seorang pemimpin Israel. Setelah melihatnya, wanita pembantu itu segera pulang dan berkata kepada putri tuannya, “sungguh aku melihat seorang pemuda di depan pintu yang sedang menjual keranjang. Saya belum pernah melihat seorang pemuda yang lebih tampan darinya.”
“Suruh pemuda itu masuk!” kata sang putri.
Maka pembantunya keluar dan menyuruh pemuda penjual keranjang itu masuk. Setelah pemuda itu masuk rumah, pintu rumah langsung ditutup. sang putri menyambut kedatangannya sambil membuka tutup kepalanya dan mengenakan baju yang memamerkan keelokan tubuhnya.
“utuplah dirimu, semoga Allah memberikan ampunan kepadamu,” kata pemuda penjual keranjang.
“Aku mengundangmu bukan untuk mendengarmu berbicara seperti itu. Tapi aku mengundangmu untuk bersenang – senang,” kata sang gadis, sambil merayunya.
“Bertakwalah kepada Allah,” kata pemuda penjual keranjang.
“Jika engkau tidak mau menuruti kemauanku, maka aku akan melapor kepada ayahku, bahwa engkau telah berbuat lancang merayuku.”
“kalau begitu, lebih baik masukkan aku ke dalam penjara,” kata pemuda penjual keranjang.
“Apakah engkaumasih berani mencari – cari alasan di depanku? Hai pembantu, masukkan orang ini ke dalam bangunan penjara yang tinggi, agar dia tidak bisa melarikan diri !”
Setelah berada di dalam penjara, pemuda itu berkata, “Ya Allah, sesungguhnya aku diajak untuk mendurhakai-Mu. namun lebih baik bagiku untuk terjun dari bangunan ini agar aku tidak bisa mendurhakai-Mu.” Dengan mengucap basmalah, dia pun terjun dari bangunan penjaranya. Seketika itu Allah menurunkan seorang malaikat dan memegangi ketiaknya. Sehingga dia jatuh ke bumi dalam keadaan berdiri tegak di atas kedua kakinya. Setelah selamat, dia berkata, “Ya Allah, jika Engkau menghendaki, maka anugerahkanlah kepadaku rizki yang melimpah agar aku menjadi kaya raya, sehingga aku tidak perlu lagi berjualan keranjang ini.”
Kemudian, Allah pun mengutus sekumpulan belalang yang terbuat dari emas, lalu dia mengambilnya hingga memenuhi seluruh isi kantongnya. Setelah itu dia berkata, Ya Allah, jika memang rizki yang Engkau anugerahkan kepadaku dari keduniaan, maka berkahilah ia bagiku. Namun jika ia mengurangi bagianku di sisi-Mu di akhirat, maka aku sama sekali tidak membutuhkannya.”
Lalu ada suara yang ditujukan kepadanya, “Apa yang Kami berikan ini adalah satu bagian dari dua puluh lima bagian karena kesabaraanmu, dengan menerjunkan diri dari bangunan itu.”
Lalu pemuda itu berkata, Ya Allah, kalau begitu aku tidak membutuhkan apa – apa yang bisa mengurangi bagianku di sisi-Mu di akhirat.” Kemudian dia membuang emas – emas itu.
Al - Hasan Al-Bashri pernah berkisah dulu ada seorang wanita pelacur yang sangat cantik, tak seorang wanitapun yang mampu menandingi kecantikannya. Siapa yang ingin menjamahnya, maka dia harus membayar seratus dinar. Ceritanya ada seorang pemuda yang sempat memandang wanita pelacur itu dan hatinya langsung tertawan kepadanya. Lalu ia pergi, bekerja dengan giat, menabung hasilnya hingga mencapai seratus dinar. Pemuda itu menemui wanita tersebut dan berkata, “Kau telah membuat hatiku tertawan. Maka aku pergi, bekerja dan menabung hingga aku bisa mengumpulkan uang sebanyak seratus dinar.”
“Serahkan saja uang itu kepada bosku!” kata wanita pelacur.
Setelah urusan uang pembayaran selesai, wanita pelacur berkata kepadanya, Masuklah!” Wanita itu mempunyai sebuah rumah yang tinggi dan indah, tempat tidurnya terbuat dari emas. “Marilah ke sini !”
Tatkala pemuda itu sudah duduk berdampingan dengannya, dengan tingkah layaknya seorang penghianat, maka tiba – tiba dia ingat kedudukannya di hadapan Allah. Langsung dia menggigil dan gejolak birahinya menjadi padam.
“Biarkanlah aku keluar dan pergi dari tempat ini, dan uang seratus dinar tetap menjadi milikmu,” kata sang pemuda.
“Apa yang terjadi dengan dirimu?” Dulu kau katakan bahwa kau melihat diriku dan terpesona kepadaku, lalu kau pergi, bekerja, menabung dan mampu mengumpulkan seratus dinar. Tatkala engkau sudah bisa menjamahku, justru kau berbuat seperti ini.”
“Aku berbuat begini karena takut berpisah dengan Allah dank arena aku ingat kedudukanku di hadapan-Nya,” jawab pemuda itu.
“kalau yang engkau katakana itu benar, berarti kaulah yang pantas menjadi suamiku, “kata wanita pelacur.
“Biarkan aku keluar terlebih dahulu.”
“Engkau harus bersumpah kepada Allah, bahwa jika aku menemuimu engkau mau menikahiku.”
“Bolehlah kalau begitu,” kata sang pemuda.
Wanita pelacur menyerahkan pakaian sang pemuda, lalu pemuda itu keluar dari rumah pelacur itu dan pulang kembali ke negerinya sendiri, meninggalkan wanita pelacur merenungi dunia yang sudah dijalaninya dengan penuh penyesalan. Akhirnya dia mencari pemuda itu ke negerinya. Dia tanyakan siapa namanya, mana rumahnya, hingga dia mendapatkan identitasnya secara lengkap.
Ada seseorang yang mengabarkan kepada pemuda itu. “Ada seorang malaikat wanita yang dating dan menanyakan dirimu.”
Tatkala sang pemuda melihat kedatangan wanita pelacur di hadapannya, maka dia langsung pingsan dan seketika itu pula dia meninggal dunia, jatuh di pelukan tangannya. Dan teriring ucapan Innalillahi wa inna ilaihi roji’on.
“Apakah dia tidak mempunyai seorang kerabatpun?” Tanya wanita pelacur kepada orang – orang disekitarnya.
Ada yang menjawab, “Dia mempunyai seorang saudara laki – laki yang sangat miskin.”
Maka wanita pelacur itu mendatangi saudaranya dan berkata, “Aku kan menikah denganmu karena cintaku kepada saudaramu.” Akhirnya mereka menikah dan dikaruniai tujuh anak.
Abu Faraj bin Al-Jauzy rahimahullah berkata, “Saya mendengar dari sebagian orang terpandang, bahwa dia pernah melewati kuburan, yang disampingnya ada seorang gadis yang cantik, mengenakan pakaian berwarna hitam. Laki-laki itu memandangnya dan hatinya langsung tertambat kepadanya. Maka dia menulis surat yang ditujukan kepada wanita itu,
“Sedari dulu kukira matahari itu hanya satu
bulan adalah yang paling indah dalam pandanganku
hingga kulihat dirimu dibungkus pakaian hitam
kulit pelipis di atas pipinya terlihat ranum
ada rasa suka dan hati ini terasa mengeras
hati menghangat dan air mata mengalir deras
aku kan bersyukur jika kau sudi memberi balasan
tali cinta orang yang mencintai tak terelakkan….”
Setelah membaca surat itu, sang gadis membalasnya,
“Andaikata engkau orang yang terpandang dan mulia
Maka kemuliaan itu dengan menundukkan pandangan mata
Banyak para pezina yang tiada berbudi pekerti
Pupuslah angan – angan agar Allah tidak memburukkanmu
Kekejian sudah lama kujauhkan dari hatiku…”
Setelah membaca surat balasannya, laki – laki itu mengumpat dirinya sendiri, seraya berkata, “Bukanlah wanita itu lebih pemberani dari dirimu?” Setelah itu dia bertaubat.
Dengan mengenakan mantel dari bulu dia pergi ke Masjidil Haram. Suatu hari tatkala thawaf, wanita yang dicintainya juga ada di sana dan juga mengenakan mantel dari bulu. Wanita itu berkata, “Alangkah pantasnya engkau disebut orang yang mulia. Apakah engkau mempunyai sesuatu yang mubah?”
Laki – laki menjawab, “Sebenarnya sejak dulu aku menginginkan yang seperti ini sebelum aku benar – benar mengenal Allah dan mencintai-Nya. Sekarang aku telah disibukkan oleh cinta-Nya dan aku melupakan cinta kepada selain-Nya.”