Eko
Pratomo Suyatno, siapa yang tidak kenal lelaki bersahaja ini? Namanya
sering muncul di koran, televisi, di buku-buku investasi dan keuangan.
Dialah salah seorang dibalik kemajuan industri reksadana di Indonesia
dan juga seorang pemimpin dari sebuah perusahaan investasi reksadana
besar di negeri ini. Dalam posisinya seperti sekarang ini, boleh jadi
kita beranggapan bahwa pria ini pasti super sibuk dengan segudang jadwal
padat. Tapi dalam note ini saya tidak akan menyoroti kesuksesan beliau
sebagai eksekutif. Namun ada sisi kesehariannya yang luar biasa!!!!
Usianya sudah tidak muda lagi, 60 tahun. Orang bilang sudah senja bahkan
sudah mendekati malam, tapi Pak Suyatno masih bersemangat merawat
istrinya yang sedang sakit. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.
Dikaruniai 4 orang anak. Dari isinilah awal cobaan itu menerpa, saat
istrinya melahirkan anak yang ke empat. tiba-tiba kakinya lumpuh dan
tidak bisa digerakkan.
Hal itu terjadi selama 2 tahun,
menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa
tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi. Setiap
hari sebelum berangkat kerja Pak Suyatno sendirian memandikan,
membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya ke tempat tidur.
Dia letakkan istrinya di depan TV agar istrinya tidak merasa kesepian.
Walau istrinya sudah tidak dapat bicara tapi selalu terlihat senyum.
Untunglah tempat berkantor Pak Suyatno tidak terlalu jauh dari
kediamannya, sehingga siang hari dapat pulang untuk menyuapi istrinya
makan siang. Sorenya adalah jadwal memandikan istrinya, mengganti
pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi sambil
menceritakan apa saja yg dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya
bisa menanggapi lewat tatapan matanya, namun begitu bagi Pak Suyatno
sudah cukup menyenangkan. Bahkan terkadang diselingi dengan menggoda
istrinya setiap berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno
lebih kurang 25 tahun. Dengan penuh kesabaran dia merawat istrinya
bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka. Sekarang anak- anak
mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yg masih kuliah.
Pada
suatu hari saat seluruh anaknya berkumpul di rumah menjenguk ibunya (karena setelah anak-anak mereka menikah dan tinggal bersama keluarga
masing-masing) Pak Suyatno memutuskan dirinyalah yang merawat ibu
mereka karena yang dia inginkan hanya satu 'agar semua anaknya dapat
berhasil'. Dengan kalimat yang cukup hati-hati, anak yang sulung
berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil
melihat bapak merawat ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir
bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu." Sambil air mata si
sulung berlinang "Sudah keempat kalinya kami mengijinkan bapak
menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak
menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini, kami sudah tidak
tega melihat bapak, kami janji akan merawat ibu sebaik-baik secara
bergantian” si Sulung melanjutkan permohonannya.
”Anak-anakku jikalau pernikahan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin
bapak akan menikah lagi, tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian di
sampingku itu sudah lebih dari cukup,dia telah melahirkan
kalian *sejenak kerongkongannya tersekat* kalian yang selalu
kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun
dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu apakah dia
menginginkan keadaanya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia,
apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya
seperti sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan
kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang masih
sakit" Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga
anak-anaknya. Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno, merekapun
melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno, dengan
pilu ditatapnya mata suami yang sangat dicintainya itu.
Sampailah
akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk
menjadi nara sumber dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Pak
Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yg sudah
tidak bisa apa-apa disaat itulah meledak tangisnya dengan tamu yang
hadir di studio kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.
Disitulah Pak Suyatno bercerita : “Jika manusia di dunia ini
mengagungkan sebuah cinta dalam pernikahannya, tetapi tidak mau memberi
waktu, tenaga, pikiran, perhatian itu adalah kesia-siaan. Saya memilih
istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun
dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya
bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 anak yang lucu-lucu. Sekarang
saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kami bersama dan itu
merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk
mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya
apalagi dia sakit...” Sambil menangis.
"Setiap malam saya
bersujud dan menangis dan saya hanya dapat bercerita kepada Allah di
atas sajadah..dan saya yakin hanya kepada Allah saya percaya untuk
menyimpan dan mendengar rahasia saya BAHWA CINTA SAYA KEPADA ISTRI,
SAYA SERAHKAN SEPENUHNYA KEPADA ALLAH".
*Apakah cinta kita sebesar ini terhadap pasangan kita?
*Mengapa janji-janji manis, rayuan hangat yang dulu diutarakan untuk mendapatkan hatinya, sekarang hanya memuai begitu saja?
*Bagaimana sikap terkasih kita apabila pasangan yang dulu kita pandang sangat sempurna, namun sekarang sudah memudar diusianya?
*Ukurlah besar cinta Anda terhadap pasangan Anda sekarang juga. Apakah semakin bertambah atau berkurang?
*Cintailah ia dengan sungguh-sungguh, sebagaimana dulunya ia menerima Anda dengan apa adanya :)